Desakan KAHMI Sulsel ke Pemerintah Hapus Pasal Penyediaan Alat Kontrasepsi untuk Siswa dan Remaja

Koordinator Presidium MW KAHMI Sulsel Prof. Dr. Aminuddin Syam

MAKASSAR - Majelis Wilayah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MW KAHMI) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mendesak pemerintah untuk segera menghapus Pasal 103 Ayat (4) poin 'e' dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Desakan ini muncul sebagai respon terhadap kontroversi yang dipicu oleh aturan tersebut.

Pernyataan resmi ini disampaikan oleh Koordinator Presidium MW KAHMI Sulsel, Prof. Dr. Aminuddin Syam, pada Sabtu (10/08/2024). 

Dalam pernyataannya, KAHMI Sulsel secara tegas mengkritik ketentuan yang mencantumkan penyediaan alat kontrasepsi sebagai bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi untuk usia sekolah dan remaja. Mereka menilai bahwa keberadaan pasal tersebut dapat menimbulkan persepsi yang keliru di kalangan masyarakat.

“Kami meminta kepada pemerintah untuk segera menghapus Pasal 103 Ayat (4) poin 'e' pada PP Nomor 28/2024 ini. Penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja berisiko membuka celah terjadinya hubungan seksual di luar pernikahan, yang jelas diharamkan oleh agama Islam,” ujar Prof. Amin, sapaan akrabnya.

KAHMI Sulsel mengkhawatirkan bahwa pasal tersebut justru bisa dipahami sebagai legalisasi atau pembolehan aktivitas seksual di luar pernikahan, yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan moral. Mereka juga menekankan pentingnya penghormatan terhadap nilai-nilai luhur dalam upaya kesehatan reproduksi, sesuai dengan Pasal 98 dalam PP yang sama.

Dalam pernyataan sikapnya, KAHMI Sulsel mengajak seluruh pihak untuk bersinergi melindungi generasi muda dari ancaman dekadensi moral serta menjaga nilai-nilai keagamaan yang semakin tergerus oleh godaan hubungan seksual di luar pernikahan.

“Kami berharap semua kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak membuka celah sekecil apa pun untuk melegalkan hubungan seksual di luar pernikahan,” tambah Prof. Amin.

KAHMI Sulsel juga menegaskan bahwa pemerintah harus lebih berhati-hati dalam merumuskan kebijakan yang berpotensi menimbulkan kontroversi di masyarakat, terutama yang menyangkut nilai-nilai agama dan moral.

Dengan pernyataan ini, KAHMI Sulsel berharap agar aspirasi mereka dapat menjadi pertimbangan serius bagi pemerintah dalam meninjau ulang ketentuan yang ada dalam PP tersebut. (*)

0 Komentar