Penulis: Dr. Andi Hasdiansyah, M.Pd.,MA
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah alat yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan seseorang, baik dari sisi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pendidikan bisa didapatkan di sekolah-sekolah formal, lembaga-lembaga nonformal, maupun informal.
Seseorang bisa bebas memilih jalur mana yang hendak dijadikan jalan untuk menempa bakat dan potensi dalam dirinya, bahkan pada saat menempuh pendidikan formal pun seorang individu berhak juga ikut dalam kegiatan-kegiatan pendidikan nonformal.
Salah satu tempat yang paling tepat menempa kemampuan seseorang adalah kampus. Seluruh kampus negeri maupun swasta diwajibkan mendorong kegiatan organisasi mahasiswa di dalam kampus, olehnya itu dibentuklah lembaga-lembaga kemahasiswaan mulai dari tingkat universitas sampai ke tingkat jurusan/program studi.
Hal tersebut dilakukan agar mahasiswa memiliki wadah mengasah kemampuan dan bakat yang terpendam dalam dirinya karena ruang-ruang akademik seperti di kelas dan laboratorium tidak cukup digunakan untuk mengembangkan bakat seseorang. Kehadiran lembaga-lembaga nonformal seperti Badan Eksekutif Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa Jurusan, dll akan memberi dampak positif bagi tumbuhkembangnya tradisi atau sikap ilmiah mahasiswa di dalam kampus.
Tidak dapat dipungkiri mahasiswa adalah salah satu sumber daya manusia Indonesia yang paling penting dan juga merupakan generasi penerus pembangunan bangsa. Mahasiswa sebagai generasi muda merupakan insan yang memiliki banyak tanggungjawab sebab dipundaknyalah arah bangsa Indonesia terpikul.
Saat ini, mahasiswa merupakan harapan besar bagi rakyat indonesia, sebab perannya adalah agen perubahan di masyarakat (Agen social of cahange). Terdapat hubungan yang sangat harmonis antara mahasiswa dan rakyat, mahasiswa bertugas sebagai penyambung lidah rakyat, mahasiswa bertugas sebagai pengontrol berbagai kebijakan pemerintah. Oleh karena itulah, posisi mahasiswa saat ini sangat dibutuhkan dan wajib terlibat dalam berbagai agenda pembangnan bangsa.
Untuk mewujudkan segala peran dan tanggungjawab seorang mahasiswa dibutuhkan sebuah wadah pengembangan diri, wadah itu adalah organisasi. Saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat. Hal itu ditandai dengan persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin sulit. Oleh sebab itu, keberadaan perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan sangat mempengaruhi lahirnya sumber daya manusia baru yang berdaya saing tinggi, dan salah satu cara yang terbaik untuk mewujudkan hal tersebut adalah meningkatkan keaktifan berorganisasi mahasiswa (Yasinta Karina Caesari dkk, 2013).
Lebih lanjut, hasil penelitian (Huang & Chang, 2004) menemukan bahwa mahasiswa yang aktif dalam kegiatan akademik dan kokurikuler akan memiliki kemampuan yang berbeda dengan mahasiswa yang sama sekali tidak berorganisasi misalnya mahasiswa yang aktif berorganisasi unggul dalam kemampuan berpikir, kemampuan komunikasi, kemampuan interpersonal, dan kepercayaan diri.
Jika melihat situasi saat ini, penelitian di atas sejalan dengan beberapa fenomena di kampus diantaranya melemahnya daya kritis mahasiswa karena disibukkan oleh berbagai macam tugas akademik seperti; tugas mengarang atau membuat paper, belajar untuk menghadapi ujian, membaca buku penunjang, tugas-tugas administratif penunjang proses belajar, menghadiri pertemuan, dan kinerja akademik secara keseluruhan Solomon & Rothblum (Ghufron & Risnawita, 2010: 157-158).
Keterlibatan mahasiswa dalam organisasi baik internal maupun eksternal memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan psikososialnya (Foubert & Grainger, 2006:180) perkembangan tersebut dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari antara mahasiswa berorganisasi dan yang tidak berorganisasi, nampak jelas perbedaan kemampuan dalam hal penyesuaian diri ketika berjumpa dengan orang-orang yang baru.
Berbagai hasil riset di atas menunjukkan bahwa peran organisasi sangat penting dalam penumbuhan dan peningkatan kualitas manusia. Penelitian ini tidak akan membahas lebih jauh soal mahasiswa yang beroraganisasi dan yang tidak berorganisasi atau membedah kualitas masing- masing.
Penelitian ini akan fokus mengkaji sejauh mana peran kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar sebagai sebuah organisasi mahasiswa yang berada di luar kampus. Himpunan Mahasiswa Islam adalah sebuah organisasi kekaderan yang sudah sangat lama berdiri di bumi Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 5 Februari 1947 yang diprakarsai oleh Lafran Pane bersama 14 orang mahasiswa STI (Agus Salim Sitompul, 1997:331).
Jika membaca tahun berdirinya usia HMI sudah 70 tahun, usia yang sangat matang bagi sebuah organisasi kemahasiswaan. Perkembangan HMI dari tahun ke tahun menandakan bahwa organisasi tersebut dikelola dengan baik. Khusus untuk HMI cabang Makassar, jumlah kadernya dari tahun 2006-2013 menembus angka 14.000 kader (data base HMI cabang Makassar). Hal tersebut menunjukkan adanya ketertarikan dan peran kader HMI dalam membangun citra positif di dalam kampus.
Eksistensi HMI sebagai organisasi kemahasiswaan yang berkedudukan di luar kampus menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi pola perkaderan yang dilakukan oleh HMI berbeda dari organisasi kemahasiswaan pada umumnya. Sebagai organisasi besar, HMI adalah bagian dari pendidikan luar sekolah yang menjalankan pelatihan dan pembinaan kepada generasi muda khususnya mahasiswa.
Pelatihan dan kaderisasi inilah yang turun temurun dilakukan oleh HMI sehingga mampu bertahan sampai sekarang. Organisasi ini meyakini bahwa hanya peran kader yang mampu melanjutkan perjuangan dan cita-cita HMI. Seperti yang dijelaskan oleh (Soerjono Soekanto, 2002) peran adalah aspek dinamis kedudukan (status) seseorang, apabila seseorang tersebut melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.
Berdasarkan penjelasan di atas, setiap kader HMI cabang Makassar sudah seharusnya mengetahui peranannya dan menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing karena kader merupakan tulang punggung yang menggerakkan roda organisasi. Oleh sebab itu, kader harus memiliki pandangan, visi, dan ideologi organisasi.
Demi mewujudkan itu, kader membutuhkan pendidikan politik dan pelatihan yang baik (Sidratahta Mukhtar, 2006:89). Pendidikan dan pelatihan bagi kader HMI merupakan gerakan politik dan keagamaan, menurut pendiri HMI Lafran Pane, HMI dan politik tidak bisa dipisahkan sebab untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan HMI harus dilakukan secara politis dan itu sudah menjadi watak HMI sejak berdiri (Saleh Hasanuddin M, 1996:5).
Dari pendidikan dan pelatihan itulah lahir kader-kader unggul di HMI cabang Makassar. Kader itulah yang bergerak membangun tradisi ilmiah di dalam kampus khususnya di Universitas Negeri Makassar (UNM). Dinamika peran kader HMI di kampus tersebut telah memberikan banyak warna dan tradisi tersendiri, meskipun masih terdapat beberapa kader yang melanggar aturan kampus. Namun meski demikian, peran positif kader HMI cabang Makassar di kampus UNM tidak bisa dipungkiri.
Dari berbagai dinamika yang terjadi peneliti tertarik untuk mendalami sejauh mana peran kader HMI cabang Makassar di Universitas Negeri Makassar dalam membangun, menjaga, dan mengembangkan tradisi ilmiah di kampus.
Baca Selengkapnya (klik link)
Sumber: Jurnal Eksistensi Pendidikan Luar Sekolah
0 Komentar